Part 2: Syirkah di Bawah Langit Pacet
Sejak percakapan dengan bapaknya, pikiran Aris terus dipenuhi ide tentang bagaimana membawa air pegunungan ini ke kota. Di suatu pagi yang cerah, saat ia tengah berangkat ke masjid, Aris bertemu dengan Ustadz Arief, tokoh masyarakat yang dihormati dan sering memberi nasihat bisnis berbasis syariah kepada warga sekitar.
“Assalamu'alaikum, Aris,” sapa Ustadz Arief, yang pagi itu sedang duduk di teras masjid setelah selesai menunaikan sholat dhuha. Wajahnya bersinar cerah seperti biasanya, menyiratkan kebaikan dan ketulusan.
“Wa'alaikumussalam, Ustadz,” jawab Aris sambil tersenyum, menyalami ustadz yang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri. Setelah berbincang sejenak tentang kabar masing-masing, Aris memutuskan untuk membicarakan ide yang mengusik pikirannya beberapa hari terakhir.
“Begini, Ustadz,” ujar Aris perlahan, “Saya ada niat untuk jual air sumber pegunungan ini ke kota-kota di bawah sana. Sumber di rumah bapak saya itu alhamdulillah deras sekali, dan airnya segar, bahkan bapak bilang lebih jernih dari air galon yang ada di kota. Saya pikir, bagaimana kalau saya manfaatkan, bawa air ini ke Mojokerto, Gresik, Lamongan, Sidoarjo, bahkan Surabaya?”
Ustadz Arief mendengarkan dengan penuh perhatian, mengangguk-angguk kecil sambil sesekali menganggukkan kepala. “Itu ide yang bagus sekali, Aris. Memang sudah waktunya kita gunakan berkah dari Allah ini sebaik mungkin. Tapi... sudah ada rencana teknisnya?”
Aris menghela napas sejenak. "Nah, itu masalahnya, Ustadz. Kalau mau ngirim dalam jumlah besar, saya harus punya mobil tangki, paling tidak yang kapasitasnya 7500 liter. Dan harga mobil tangki itu, ya, besar juga,” ujarnya, sambil tersenyum kecut.
Ustadz Arief tersenyum bijaksana. "Mungkin kita bisa syirkah, bekerja sama. Jika usaha ini membawa manfaat, banyak orang di sekitar kita yang juga akan merasa ikut terbantu, terutama yang juga kesulitan akses air bersih," ujar Ustadz Arief dengan nada penuh semangat.
“Syirkah?” Aris mengernyitkan dahi, tertarik dengan istilah itu.
“Betul. Syirkah adalah kerja sama bisnis sesuai prinsip syariah. Kalau kamu mau, saya bisa bantu untuk memulai. Saya punya sedikit tabungan yang mungkin bisa kita manfaatkan untuk membeli mobil tangki, lalu hasilnya nanti kita bagi. Kita bekerja sama, saling bantu, dan insyaAllah berkah,” jelas Ustadz Arief sambil menepuk pundak Aris.
Mendengar itu, Aris merasa harapannya kembali menyala. Dengan bantuan Ustadz Arief, ia bisa mewujudkan rencana ini tanpa harus meminjam ke bank. Ia tersenyum lebar, rasa syukur dan optimisme memenuhi dadanya.
"Baik, Ustadz. Bismillah, kalau begitu kita jalankan usaha ini," jawab Aris, mantap.
Hari-hari berikutnya, Aris mulai melakukan persiapan serius. Bersama Ustadz Arief, ia menyusun rencana bisnis sederhana dan mulai mencari calon pelanggan. Mereka menawarkan pasokan air bersih pegunungan ke berbagai pemilik usaha depo air minum isi ulang di kota-kota terdekat. Melalui kenalan Ustadz Arief, mereka juga berhasil menjangkau beberapa pabrik yang membutuhkan pasokan air yang jernih dan sehat.
“Air dari pegunungan Pacet ini berbeda, Pak,” kata Aris kepada seorang pemilik depo di Surabaya, “Dingin, jernih, dan segar. InsyaAllah orang-orang akan suka.”
Pemilik depo tersebut, yang sudah banyak mendengar tentang sumber air di Pacet, tampak tertarik. Setelah mencicipi sampel air yang dibawa Aris, ia langsung setuju menjadi pelanggan pertama, dengan pemesanan rutin setiap minggu.
Tidak hanya sampai di situ, tawaran dari pabrik-pabrik lain pun mulai berdatangan. Dengan mobil tangki yang baru mereka beli, Aris mulai merintis jalur pengiriman air bersih ke berbagai kota—menghidupkan mimpi yang dulu hanya ia bayangkan sambil menatap derasnya aliran air di halaman bapaknya.
Dengan izin Allah, usaha Aris mulai berjalan. Setiap kali ia melihat mobil tangki itu meluncur turun dari Pacet membawa air segar dari pegunungan, hatinya terasa bangga dan penuh rasa syukur. Perjalanan masih panjang, tapi di balik setiap tetes air yang ia kirim, Aris tahu ada doa, harapan, dan cita-cita yang perlahan mulai menjadi nyata.
Posting Komentar