Bagian 3: Sebuah Impian di Ujung Kota
Bagus menatap ke kejauhan, ke arah desa yang semakin jauh di belakangnya. Di depan, jalan berdebu membentang panjang, seakan tidak ada ujungnya. Pagi itu, ia sudah memutuskan untuk pergi ke kota terdekat, bertekad mencari informasi lebih lanjut tentang mesin depo air minum isi ulang. Meski ada sedikit cemas di hatinya, semangatnya membara, menyala seperti api yang tak pernah padam.
Perjalanan menuju kota tidak mudah. Jalanan berdebu dan berlubang, dengan kendaraan yang melintas perlahan membuat perjalanan semakin lambat. Namun, Bagus sudah terbiasa dengan tantangan jalan desa. Ia ingat, sejak kecil, ia sering ikut ayahnya pergi ke pasar, melewati jalan-jalan berliku seperti ini. Namun, kali ini, perjalanan ini terasa berbeda. Ini bukan perjalanan biasa, ini adalah langkah pertama untuk mengejar impian besarnya.
Di dalam kendaraan umum yang ia tumpangi, penumpang lain tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Bagus duduk diam, memikirkan segala kemungkinan yang akan ia hadapi. Ia tahu, usaha pemasangan mesin depo air minum bukan sekadar membeli mesin dan berharap pelanggan datang. Ia harus memahami teknis pemasangan, pengelolaan, pemasaran, hingga pengaturan keuangan. Semua itu harus dipelajari dengan hati-hati.
Sesampainya di kota, Bagus langsung menuju sebuah toko peralatan filter air. Toko ini sederhana, namun cukup terkenal sebagai tempat yang menyediakan berbagai mesin dan alat pengolahan air. Di dalam, rak-rak dipenuhi alat penyaring air, pompa, hingga perlengkapan pengolahan air minum lainnya. Bagus merasa sedikit gugup, namun ia yakin bahwa ini adalah tempat yang tepat untuk mulai belajar.
Mesin depo air minum isi ulang adalah sistem kompleks yang terdiri dari banyak bagian. Ada rangka dan rak yang menjadi tempat utama, serta berbagai komponen seperti filter, pompa, dan lampu ultraviolet (UV) yang diperlukan untuk memurnikan air. Mesin ini akan mengolah air mentah dari sumur atau sumber air lainnya melalui beberapa tahap penyaringan. Pertama, air akan melalui filter untuk menghilangkan partikel kotor. Kemudian, pompa mendorong air melewati sistem reverse osmosis (RO), dan di tahap akhir, air yang sudah tersaring disterilkan oleh UV untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme berbahaya, menjadikannya layak minum.
Sambil mengamati mesin-mesin itu, seorang penjual menghampirinya. "Mau cari mesin depo, ya?" tanya penjual itu dengan senyum ramah.
Bagus mengangguk. "Iya, Pak. Saya ingin buka usaha pemasangan depo air minum di desa. Tapi masih belum begitu paham soal teknisnya."
Penjual itu tersenyum dan mulai menjelaskan dengan sabar. "Jadi, mesin depo ini memang terdiri dari banyak bagian. Rangka dan raknya nanti perlu dirakit dulu, baru kita pasang filter, pompa, dan UV di dalamnya. Setiap bagian ada fungsinya sendiri, dan semua harus bekerja bersama-sama untuk menghasilkan air yang aman diminum."
Bagus mendengarkan dengan serius. Mesin yang cocok untuk usaha skala kecil ini ternyata memiliki biaya sekitar dua puluh lima juta rupiah—jumlah yang cukup besar untuknya. Namun, ia tahu, ini adalah investasi yang berharga bagi masyarakat di desanya, yang membutuhkan akses air bersih.
Dengan modal yang terbatas, Bagus tidak bisa membeli mesin itu seorang diri. Di tengah pikirannya yang bergolak, terlintaslah sebuah ide: syirkah. Ia teringat Ghafi, temannya yang sudah lebih dulu sukses di bidang properti. Ghafi adalah teman lama yang sering berbagi pandangan tentang bisnis dan pembangunan desa. Bagus segera menghubungi Ghafi, mengajaknya bertemu dan mendiskusikan rencana usaha pemasangan depo air minum ini.
Beberapa hari kemudian, mereka bertemu di sebuah warung kopi sederhana. Bagus memaparkan idenya, menjelaskan bagaimana mesin depo air minum ini bisa membawa dampak positif bagi desa. Ghafi mendengarkan dengan penuh perhatian. Meski usaha yang direncanakan Bagus sangat berbeda dari dunia properti yang digeluti Ghafi, ia melihat ketulusan dan keyakinan Bagus untuk membantu masyarakat.
"Aku suka idemu, Bagus," kata Ghafi setelah mendengar penjelasan panjang Bagus. "Aku juga tahu betapa pentingnya akses air bersih. Jadi, kita bisa melakukan syirkah. Aku akan bantu modal, dan kamu kelola operasionalnya. Tapi, kita harus buat perjanjian yang jelas soal pembagian keuntungan dan bagaimana usaha ini dikelola."
Bagus mengangguk penuh syukur. Kesediaan Ghafi untuk menjadi mitra dalam usaha ini adalah langkah besar. Mereka sepakat untuk berbagi modal dan keuntungan secara adil, dengan Bagus sebagai pengelola utama, sedangkan Ghafi mendukung dari segi finansial dan pemasaran. Bagi mereka, usaha ini bukan sekadar bisnis, tetapi juga misi sosial untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Setelah pertemuan itu, Bagus merasa lebih yakin dari sebelumnya. Dengan dukungan Ghafi, rencana ini bukan lagi sekadar impian. Ia tahu, langkah-langkah berikutnya masih panjang dan penuh tantangan, namun kini ia tidak sendirian. Mereka telah menanamkan dasar kerja sama yang kuat, dengan tujuan yang jelas: menyediakan akses air minum bersih untuk desa mereka.